Tugas IBD #1
“TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nyawa Ade Sara Angelina Suroto (19) hilang di tangan mantan kekasihnya bernama Hafitd (19). Saat mengeksekusi nyawa Angelina, Hafitd tidak seorang diri melainkan dengan pacar barunya bernama Assyifa(19).
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto mengatakan rencana pembunuhan itu direncanakan sejoli Hafitd dan Assyifa seminggu sebelum kejadian.
Diutarakan Rikwanto, kejadian bermula pada Senin (3/3/2014) saat itu Ade Sara berpamitan pada orangtuanya dengan alasan menginap di rumah temannya, di Rawamangun, Jakarta Timur. Termasuk izin untuk les bahasa Jerman di Jakarta Pusat.
Lalu keesokan harinya, Selasa (4/3/2014) pukul 21.00 WIB, Ade Sara Angelina bertemu dengan tersangka Assyifa di dekat Stasiun Kereta Api Gondangdia, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Hal ini diketahui dari informasi teman Ade Sara yang mengatakan Ade sempat mengirim pesan memberitahu ia bertemu dengan Assyifa di Menteng.
"Saat ketemu itu, korban sempat berbincang dengan AF (Assyifa). AF mengajak korban bertemu tersangka Hafiz yang sudah menunggunya di dalam mobil Kia Visto," kata Rikwanto.
Assyifa beralasan mengajak korban berbaikan dengan Hafitd karena mereka teman satu SMA. Saat masuk ke mobil Hafitd, Assyifa dan Ade duduk di jok belakang, sementara Hafitd di depan.
"Terjadilah cekcok dan Hafitd memukul korban. Sedangkan Assyifa memegangi korban. Korban berontak dan menggigit tangan Hafitd serta berupaya kabur dari mobil," tegas Rikwanto.
Penganiayaan pun berlanjut, Hafitd mengemudikan mobil sambil menyetrum Ade Sara beberapa kali dan memukuli korban hingga pingsan.
Saat korban pingsan, Assyifa menyumpal mulut korban dengan potongan koran. Dan penyebab Ade Sarar tewas karena tenggorokannya tersumbat koran.
Mengetahui korban tewas, pasangan kekasih ini berputar-putar menggunakan mobil mulai dari ke Rawamangun, lalu ke Jakarta Selatan untuk mencari lokasi pembuangan mayat.
Sampai akhirnya pada Rabu (5/3/2014) mereka berputar-putar, hingga akhirnya di Tol Bintara Kota Bekasi, Assyifa membuang tas Angelina. Disertai pula membuang jenazah korban di pinggir tol.”
Kutipan berita diatas adalah contoh perilaku remaja yang sudah terlewat batas, Diduga Hafitd membunuh Ade Sara karena sakit hati. Sebab, korban tidak mau lagi menemui Hafitd. Sedangkan Assyifa cemburu karena kekasihnya masih berhubungan dengan korban.Namun, banyak pula yang berpendapat masalah ini disebabkan karena adanya permasalahan dalam keluarga pelaku sehingga melampiaskannya kepada orang lain dan ada pula yang berpendapat bahwa lingkungan pergaulan kedua pelaku lah penyebabnya.
Sebelum menyimpulkan kejadian ini hanya dengan ‘berpendapat’ tanpa didasari alasan yang jelas,mari kita sama-sama simak beberapa pendapat para ahli mengenai masalah remaja ini.
Menurut Aristoteles ada tahap-tahap perkembangan jiwa :
a. Infancy (masa kecil) à (0-7 th)
b. Boyhood (masa kanak-kanak) à (7-14 th)
c. Young manhood (masa dewasa/remaja) à (14-21 th)
Remaja punya hasrat yang sangat kuat dan cenderung berusaha memenuhi semua hasrat-hasrat tersebut tanpa membeda-bedakan hasrat yang ada pada tubuh mereka. Hasrat seksual yang paling mendesak, dan dalam hal ini remaja seringkali menunjukkan sifat hilangnya kontrol diri.
Sedangkan, menurut J.J. Rosseau tentang pandangannya terhadap manusia
Ø Yang terpenting dalam perkembangan jiwa manusia adalah perkembangan perasaannya (Romantic Naturalism). Perasaan harus dibiarkan berkembang bebas sesuai dengan pembawaan alamiahnya (natural development) yang berbeda dari satu individu dengan indvidu yang lain (individualism)
Ø Perkembangan individu (ontogeny) merupakan ringkasan (recapitulates) dari perkembangan makhluk (pylogeny) dan menurutnya mengenai Tahap-tahap perkembangan jiwa :
a. Infancy (0-4 atau 5 th). Infancy dianalogikan dengan tahap evolusi dimana manusia masih sama dgn binatang (di dominasi pleasure & pain/unplesure)
b. Savage stage / usia bandel (5-12 th). Mencerminkan era manusia liar/manusia pengembara. Perasaan didominasi oleh keinginan utk bermain-main, lari-lari, loncat-loncat (melatih ketajaman indra & ketrampilan anggota tubuh). Akal masih sangat kurang sehingga belum perlu diberi pendidikan formal.
c. Masa bangkitnya akal, nalar dan kesadaran diri (12-15 th). Mencerminkan era perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa ini energi & kekuatan fisik tumbuh luar biasa, keinginan mencoba-coba berbagai hal menjadi dominan.
d. Adolescence Proper/ masa kesempurnaan remaja (15-20 th). Era manusia modern. Puncak perkembangan emosi. Egosentris menjadi sosiosentris dan kooperatif. Mulai muncul dorongan seks
Menurut saya,dengan mengambil kutipan pendapat dari Aristoeles “Remaja punya hasrat yang sangat kuat dan cenderung berusaha memenuhi semua hasrat-hasrat tersebut tanpa membeda-bedakan hasrat yang ada pada tubuh mereka”, sehingga apabila remaja tersebut dalam keadaan emosi atau memiliki dendam akibat pernah disakiti baik secara fisik maupun batin,remaja tersebut bisa melakukan/merencanakan sesuatu yang tidak baik,dalam hal ini membunuh dan menurut J.J. Rosseau “Kesempurnaan remaja (15-20 th). Era manusia modern. Puncak perkembangan emosi. Egosentris menjadi sosiosentris dan kooperatif” ,Egoisentris adalah menjadikan diri sendiri sebagai titik pusat pemikiran (perbuatan) yang berarti segala yang dipikirkannya,benar menurut dirinya sendiri sehingga dia akan melakukan apapun dalam hal ini adalah membunuh.
Disamping itu ada beberapa solusi untuk mencegah terjadinya hal yang sama terulang, Berdasarkan Grotberg (1995: 15) ada tiga kemampuan atau tiga faktor resiliensi yang membentuk resiliensi. Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya, digunakan istilah ‘I Have’. Untuk kekuatan individu, dalam diri pribadi digunakan istilah ‘I Am’, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah ’I Can’.
1. I Have
Faktor I Have merupakan dukungan eksternal dan sumber dalam meningkatkan daya lentur. Sebelum anak menyadari akan siapa dirinya (I Am) atau apa yang bisa dia lakukan (I Can), anak membutuhkan dukungan eksternal dan sumberdaya untuk mengembangkan perasaan keselamatan dan keamanan yang meletakkan fondasi, yaitu inti untuk mengembangkan resilience.
Aspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang meningkatkan resiliensi. Sumber-sumbernya adalah adalah sebagai berikut :
1) Trusting Relationships (Mempercayai Hubungan)
Orang tua, anggota keluarga lainnya, guru, dan teman-teman yang mengasihi dan menerima anak tersebut. Anak-anak dari segala usia membutuhkan kasih sayang tanpa syarat dari orang tua mereka dan pemberi perhatian primer (primary care givers), tetapi mereka membutuhkan kasih sayang dan dukungan emosional dari orang dewasa lainnya juga. Kasih sayang dan dukungan dari orang lain kadang-kadang dapat mengimbangi terhadap kurangnya kasih sayang dari orang tua.
2) Struktur dan Aturan di Rumah
Orang tua yang memberikan rutinitas dan aturan yang jelas, mengharapkan anak mengikuti perilaku mereka, dan dapat mengandalkan anak untuk melakukan hal tersebut. Aturan dan rutinitas itu meliputi tugas-tugas yang diharapkan dikerjakan oleh anak. Batas dan akibat dari perilaku tersebut dipahami dan dinyatakan dengan jelas. Jika aturan itu dilanggar, anak dibantu untuk memahami bahwa apa yang dia lakukan tersebut salah, kemudian didorong untuk memberitahu dia apa yang terjadi, jika perlu dihukum, kemudian dimaafkan dan didamaikan layaknya orang dewasa. Orang tua tidak mencelakakan anak dengan hukuman, dan tidak ada membiarkan orang lain mencelakakan anak tersebut.
3) Role Models
Orang tua, orang dewasa lain, kakak, dan teman sebaya bertindak dengan cara yang menunjukkan perilaku anak yang diinginkan dan dapat diterima, baik dalam keluarga dan orang lain. Mereka menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu, seperti berpakaian atau menanyakan informasi dan hal ini akan mendorong anak untuk meniru mereka. Mereka menjadi model moralitas dan dapat mengenalkan anak tersebut dengan aturan-aturan agama.
4) Dorongan Agar Menjadi Otonom
Orang dewasa, terutama orang tua, mendorong anak untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain dan berusaha mencari bantuan yang mereka perlukan untuk membantu anak menjadi otonom. Mereka memuji anak tersebut ketika dia menunjukkan sikap inisiatif dan otonomi. Orang dewasa sadar akan temperamen anak, sebagaimana temperamen mereka sendiri, jadi mereka dapat menyesuaikan kecepatan dan tingkat tempramen untuk mendorong anak untuk dapat otonom.
5) Akses pada Kesehatan, Pendidikan, Kesejahteraan, dan Layanan Keamanan.
Anak-anak secara individu maupun keluarga, dapat mengandalkan layanan yang konsisten untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh keluarganya yaitu rumah sakit dan dokter, sekolah dan guru, layanan sosial, serta polisi dan perlindungan kebakaran atau layanan sejenisnya.
2. I Am
Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri sendiri. Faktor ini meliputi perasaan, sikap, dan keyakinan di dalam diri anak. Ada beberapa bagian-bagian dari faktor dari I Am yaitu :
1) Perasaan dicintai dan Perilaku ang Menarik
Anak tersebut sadar bahwa orang menyukai dan mengasihi dia. Anak akan bersikap baik terhadap orang-orang yang menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat mengatur sikap dan perilakunya jika menghadapi respon-respon yang berbeda ketika berbicara dengan orang lain.
2) Mencintai, Empati, dan Altruistik
Anak mengasihi orang lain dan menyatakan kasih sayang tersebut dengan banyak cara. Dia peduli akan apa yang terjadi pada orang lain dan menyatakan kepedulian itu melalui tindakan dan kata-kata. Anak merasa tidak nyaman dan menderita karena orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk berhenti atau berbagi penderitaan atau kesenangan.
3) Bangga pada Diri Sendiri
Anak mengetahui dia adalah seseorang yang penting dan merasa bangga pada siapakah dirinya dan apa yang bisa dilakukan untuk mengejar keinginannya. Anak tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkannya. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.
4) Otonomi dan Tanggung Jawab
Anak dapat melakukan sesuatu dengan caranya sendiri dan menerima konsekuensi dari perilakunya tersebut. Anak merasa bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal tersebut. Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan dan mengetahui saat orang lain bertanggung jawab.
5) Harapan, Keyakinan, dan Kepercayaan
Anak percaya bahwa ada harapan baginya dan bahwa ada orang-orang dan institusi yang dapat dipercaya. Anak merasakan suatu perasaan benar dan salah, percaya yang benar akan menang, dan mereka ingin berperan untuk hal ini. Anak mempunyai rasa percaya diri dan keyakinan dalam moralitas dan kebaikan, serta dapat menyatakan hal ini sebagai kepercayaan pada Tuhan atau makhluk rohani yang lebih tinggi.
3. I Can
“I can” adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam berkomunikasi dengan orang lain, memecahkan masalah dalam berbagai seting kehidupan (akademis, pekerjaan, pribadi dan sosial) dan mengatur tingkah laku, serta mendapatkan bantuan saat membutuhkannya. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi faktor I can yaitu :
1) Berkomunikasi
Anak mampu mengekspresikan pemikiran dan perasaan kepada orang lain dan dapat mendengarkan apa yang dikatakan orang lain serta merasakan perasaan orang lain.
2) Pemecahan Masalah
Anak dapat menilai suatu permasalahan, penyebab munculnya masalah dan mengetahui bagaimana cara mecahkannya. Anak dapat mendiskusikan solusi dengan orang lain untuk menemukan solusi yang diharapkan dengan teliti. Dia mempunyai ketekunan untuk bertahan dengan suatu masalah hingga masalah tersebut dapat terpecahkan.
3) Mengelola Berbagai Perasaan dan Rangsangan
Anak dapat mengenali perasaannya, memberikan sebutan emosi, dan menyatakannya dengan kata-kata dan perilaku yang tidak melanggar perasaan dan hak orang lain atau dirinya sendiri. Anak juga dapat mengelola rangsangan untuk memukul, melarikan diri, merusak barang, berbagai tindakan yang tidak menyenangkan.
4) Mengukur Temperamen Diri Sendiri dan Orang Lain.
Individu memahami temperamen mereka sendiri (bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil resiko atau diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap temperamen orang lain. Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu mampu sukses dalam berbagai situasi
5) Mencari Hubungan yang Dapat Dipercaya
Anak dapat menemukan seseorang misalnya orang tua, saudara, teman sebaya untuk meminta pertolongan, berbagi perasaan dan perhatian, guna mencari cara terbaik untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah personal dan interpersonal.
Catatan : Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. (Reivich dan Shatté,2002). Resiliensi dibangun dari tujuh kemampuan yang berbeda dan hampir tidak ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik
Mengutip dengan perubahan dari :
http://belajarpsikologi.com/
http://id.wikipedia.org/
http://www.tribunnews.com/
http://humamsyaharuddin.blogspot.com/
http://artikata.com/
Mengambil gambar dari :
https://www.google.co.id/
https://www.google.co.id/
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto mengatakan rencana pembunuhan itu direncanakan sejoli Hafitd dan Assyifa seminggu sebelum kejadian.
Diutarakan Rikwanto, kejadian bermula pada Senin (3/3/2014) saat itu Ade Sara berpamitan pada orangtuanya dengan alasan menginap di rumah temannya, di Rawamangun, Jakarta Timur. Termasuk izin untuk les bahasa Jerman di Jakarta Pusat.
Lalu keesokan harinya, Selasa (4/3/2014) pukul 21.00 WIB, Ade Sara Angelina bertemu dengan tersangka Assyifa di dekat Stasiun Kereta Api Gondangdia, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat.
Hal ini diketahui dari informasi teman Ade Sara yang mengatakan Ade sempat mengirim pesan memberitahu ia bertemu dengan Assyifa di Menteng.
"Saat ketemu itu, korban sempat berbincang dengan AF (Assyifa). AF mengajak korban bertemu tersangka Hafiz yang sudah menunggunya di dalam mobil Kia Visto," kata Rikwanto.
Assyifa beralasan mengajak korban berbaikan dengan Hafitd karena mereka teman satu SMA. Saat masuk ke mobil Hafitd, Assyifa dan Ade duduk di jok belakang, sementara Hafitd di depan.
"Terjadilah cekcok dan Hafitd memukul korban. Sedangkan Assyifa memegangi korban. Korban berontak dan menggigit tangan Hafitd serta berupaya kabur dari mobil," tegas Rikwanto.
Penganiayaan pun berlanjut, Hafitd mengemudikan mobil sambil menyetrum Ade Sara beberapa kali dan memukuli korban hingga pingsan.
Saat korban pingsan, Assyifa menyumpal mulut korban dengan potongan koran. Dan penyebab Ade Sarar tewas karena tenggorokannya tersumbat koran.
Mengetahui korban tewas, pasangan kekasih ini berputar-putar menggunakan mobil mulai dari ke Rawamangun, lalu ke Jakarta Selatan untuk mencari lokasi pembuangan mayat.
Sampai akhirnya pada Rabu (5/3/2014) mereka berputar-putar, hingga akhirnya di Tol Bintara Kota Bekasi, Assyifa membuang tas Angelina. Disertai pula membuang jenazah korban di pinggir tol.”
Kutipan berita diatas adalah contoh perilaku remaja yang sudah terlewat batas, Diduga Hafitd membunuh Ade Sara karena sakit hati. Sebab, korban tidak mau lagi menemui Hafitd. Sedangkan Assyifa cemburu karena kekasihnya masih berhubungan dengan korban.Namun, banyak pula yang berpendapat masalah ini disebabkan karena adanya permasalahan dalam keluarga pelaku sehingga melampiaskannya kepada orang lain dan ada pula yang berpendapat bahwa lingkungan pergaulan kedua pelaku lah penyebabnya.
Sebelum menyimpulkan kejadian ini hanya dengan ‘berpendapat’ tanpa didasari alasan yang jelas,mari kita sama-sama simak beberapa pendapat para ahli mengenai masalah remaja ini.
![]() |
Aristoteles |
a. Infancy (masa kecil) à (0-7 th)
b. Boyhood (masa kanak-kanak) à (7-14 th)
c. Young manhood (masa dewasa/remaja) à (14-21 th)
Remaja punya hasrat yang sangat kuat dan cenderung berusaha memenuhi semua hasrat-hasrat tersebut tanpa membeda-bedakan hasrat yang ada pada tubuh mereka. Hasrat seksual yang paling mendesak, dan dalam hal ini remaja seringkali menunjukkan sifat hilangnya kontrol diri.
Sedangkan, menurut J.J. Rosseau tentang pandangannya terhadap manusia
Ø Yang terpenting dalam perkembangan jiwa manusia adalah perkembangan perasaannya (Romantic Naturalism). Perasaan harus dibiarkan berkembang bebas sesuai dengan pembawaan alamiahnya (natural development) yang berbeda dari satu individu dengan indvidu yang lain (individualism)
Ø Perkembangan individu (ontogeny) merupakan ringkasan (recapitulates) dari perkembangan makhluk (pylogeny) dan menurutnya mengenai Tahap-tahap perkembangan jiwa :
a. Infancy (0-4 atau 5 th). Infancy dianalogikan dengan tahap evolusi dimana manusia masih sama dgn binatang (di dominasi pleasure & pain/unplesure)
b. Savage stage / usia bandel (5-12 th). Mencerminkan era manusia liar/manusia pengembara. Perasaan didominasi oleh keinginan utk bermain-main, lari-lari, loncat-loncat (melatih ketajaman indra & ketrampilan anggota tubuh). Akal masih sangat kurang sehingga belum perlu diberi pendidikan formal.
c. Masa bangkitnya akal, nalar dan kesadaran diri (12-15 th). Mencerminkan era perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa ini energi & kekuatan fisik tumbuh luar biasa, keinginan mencoba-coba berbagai hal menjadi dominan.
d. Adolescence Proper/ masa kesempurnaan remaja (15-20 th). Era manusia modern. Puncak perkembangan emosi. Egosentris menjadi sosiosentris dan kooperatif. Mulai muncul dorongan seks
Menurut saya,dengan mengambil kutipan pendapat dari Aristoeles “Remaja punya hasrat yang sangat kuat dan cenderung berusaha memenuhi semua hasrat-hasrat tersebut tanpa membeda-bedakan hasrat yang ada pada tubuh mereka”, sehingga apabila remaja tersebut dalam keadaan emosi atau memiliki dendam akibat pernah disakiti baik secara fisik maupun batin,remaja tersebut bisa melakukan/merencanakan sesuatu yang tidak baik,dalam hal ini membunuh dan menurut J.J. Rosseau “Kesempurnaan remaja (15-20 th). Era manusia modern. Puncak perkembangan emosi. Egosentris menjadi sosiosentris dan kooperatif” ,Egoisentris adalah menjadikan diri sendiri sebagai titik pusat pemikiran (perbuatan) yang berarti segala yang dipikirkannya,benar menurut dirinya sendiri sehingga dia akan melakukan apapun dalam hal ini adalah membunuh.
Disamping itu ada beberapa solusi untuk mencegah terjadinya hal yang sama terulang, Berdasarkan Grotberg (1995: 15) ada tiga kemampuan atau tiga faktor resiliensi yang membentuk resiliensi. Untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya, digunakan istilah ‘I Have’. Untuk kekuatan individu, dalam diri pribadi digunakan istilah ‘I Am’, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah ’I Can’.
1. I Have
Faktor I Have merupakan dukungan eksternal dan sumber dalam meningkatkan daya lentur. Sebelum anak menyadari akan siapa dirinya (I Am) atau apa yang bisa dia lakukan (I Can), anak membutuhkan dukungan eksternal dan sumberdaya untuk mengembangkan perasaan keselamatan dan keamanan yang meletakkan fondasi, yaitu inti untuk mengembangkan resilience.
Aspek ini merupakan bantuan dan sumber dari luar yang meningkatkan resiliensi. Sumber-sumbernya adalah adalah sebagai berikut :
1) Trusting Relationships (Mempercayai Hubungan)
Orang tua, anggota keluarga lainnya, guru, dan teman-teman yang mengasihi dan menerima anak tersebut. Anak-anak dari segala usia membutuhkan kasih sayang tanpa syarat dari orang tua mereka dan pemberi perhatian primer (primary care givers), tetapi mereka membutuhkan kasih sayang dan dukungan emosional dari orang dewasa lainnya juga. Kasih sayang dan dukungan dari orang lain kadang-kadang dapat mengimbangi terhadap kurangnya kasih sayang dari orang tua.
2) Struktur dan Aturan di Rumah
Orang tua yang memberikan rutinitas dan aturan yang jelas, mengharapkan anak mengikuti perilaku mereka, dan dapat mengandalkan anak untuk melakukan hal tersebut. Aturan dan rutinitas itu meliputi tugas-tugas yang diharapkan dikerjakan oleh anak. Batas dan akibat dari perilaku tersebut dipahami dan dinyatakan dengan jelas. Jika aturan itu dilanggar, anak dibantu untuk memahami bahwa apa yang dia lakukan tersebut salah, kemudian didorong untuk memberitahu dia apa yang terjadi, jika perlu dihukum, kemudian dimaafkan dan didamaikan layaknya orang dewasa. Orang tua tidak mencelakakan anak dengan hukuman, dan tidak ada membiarkan orang lain mencelakakan anak tersebut.
3) Role Models
Orang tua, orang dewasa lain, kakak, dan teman sebaya bertindak dengan cara yang menunjukkan perilaku anak yang diinginkan dan dapat diterima, baik dalam keluarga dan orang lain. Mereka menunjukkan bagaimana cara melakukan sesuatu, seperti berpakaian atau menanyakan informasi dan hal ini akan mendorong anak untuk meniru mereka. Mereka menjadi model moralitas dan dapat mengenalkan anak tersebut dengan aturan-aturan agama.
4) Dorongan Agar Menjadi Otonom
Orang dewasa, terutama orang tua, mendorong anak untuk melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain dan berusaha mencari bantuan yang mereka perlukan untuk membantu anak menjadi otonom. Mereka memuji anak tersebut ketika dia menunjukkan sikap inisiatif dan otonomi. Orang dewasa sadar akan temperamen anak, sebagaimana temperamen mereka sendiri, jadi mereka dapat menyesuaikan kecepatan dan tingkat tempramen untuk mendorong anak untuk dapat otonom.
5) Akses pada Kesehatan, Pendidikan, Kesejahteraan, dan Layanan Keamanan.
Anak-anak secara individu maupun keluarga, dapat mengandalkan layanan yang konsisten untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi oleh keluarganya yaitu rumah sakit dan dokter, sekolah dan guru, layanan sosial, serta polisi dan perlindungan kebakaran atau layanan sejenisnya.
2. I Am
Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri sendiri. Faktor ini meliputi perasaan, sikap, dan keyakinan di dalam diri anak. Ada beberapa bagian-bagian dari faktor dari I Am yaitu :
1) Perasaan dicintai dan Perilaku ang Menarik
Anak tersebut sadar bahwa orang menyukai dan mengasihi dia. Anak akan bersikap baik terhadap orang-orang yang menyukai dan mencintainya. Seseorang dapat mengatur sikap dan perilakunya jika menghadapi respon-respon yang berbeda ketika berbicara dengan orang lain.
2) Mencintai, Empati, dan Altruistik
Anak mengasihi orang lain dan menyatakan kasih sayang tersebut dengan banyak cara. Dia peduli akan apa yang terjadi pada orang lain dan menyatakan kepedulian itu melalui tindakan dan kata-kata. Anak merasa tidak nyaman dan menderita karena orang lain dan ingin melakukan sesuatu untuk berhenti atau berbagi penderitaan atau kesenangan.
3) Bangga pada Diri Sendiri
Anak mengetahui dia adalah seseorang yang penting dan merasa bangga pada siapakah dirinya dan apa yang bisa dilakukan untuk mengejar keinginannya. Anak tidak akan membiarkan orang lain meremehkan atau merendahkannya. Ketika individu mempunyai masalah dalam hidup, kepercayaan diri dan self esteem membantu mereka untuk dapat bertahan dan mengatasi masalah tersebut.
4) Otonomi dan Tanggung Jawab
Anak dapat melakukan sesuatu dengan caranya sendiri dan menerima konsekuensi dari perilakunya tersebut. Anak merasa bahwa ia bisa mandiri dan bertanggung jawab atas hal tersebut. Individu mengerti batasan kontrol mereka terhadap berbagai kegiatan dan mengetahui saat orang lain bertanggung jawab.
5) Harapan, Keyakinan, dan Kepercayaan
Anak percaya bahwa ada harapan baginya dan bahwa ada orang-orang dan institusi yang dapat dipercaya. Anak merasakan suatu perasaan benar dan salah, percaya yang benar akan menang, dan mereka ingin berperan untuk hal ini. Anak mempunyai rasa percaya diri dan keyakinan dalam moralitas dan kebaikan, serta dapat menyatakan hal ini sebagai kepercayaan pada Tuhan atau makhluk rohani yang lebih tinggi.
3. I Can
“I can” adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dalam berkomunikasi dengan orang lain, memecahkan masalah dalam berbagai seting kehidupan (akademis, pekerjaan, pribadi dan sosial) dan mengatur tingkah laku, serta mendapatkan bantuan saat membutuhkannya. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi faktor I can yaitu :
1) Berkomunikasi
Anak mampu mengekspresikan pemikiran dan perasaan kepada orang lain dan dapat mendengarkan apa yang dikatakan orang lain serta merasakan perasaan orang lain.
2) Pemecahan Masalah
Anak dapat menilai suatu permasalahan, penyebab munculnya masalah dan mengetahui bagaimana cara mecahkannya. Anak dapat mendiskusikan solusi dengan orang lain untuk menemukan solusi yang diharapkan dengan teliti. Dia mempunyai ketekunan untuk bertahan dengan suatu masalah hingga masalah tersebut dapat terpecahkan.
3) Mengelola Berbagai Perasaan dan Rangsangan
Anak dapat mengenali perasaannya, memberikan sebutan emosi, dan menyatakannya dengan kata-kata dan perilaku yang tidak melanggar perasaan dan hak orang lain atau dirinya sendiri. Anak juga dapat mengelola rangsangan untuk memukul, melarikan diri, merusak barang, berbagai tindakan yang tidak menyenangkan.
4) Mengukur Temperamen Diri Sendiri dan Orang Lain.
Individu memahami temperamen mereka sendiri (bagaimana bertingkah, merangsang, dan mengambil resiko atau diam, reflek dan berhati-hati) dan juga terhadap temperamen orang lain. Hal ini menolong individu untuk mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk berkomunikasi, membantu individu untuk mengetahui kecepatan untuk bereaksi, dan berapa banyak individu mampu sukses dalam berbagai situasi
5) Mencari Hubungan yang Dapat Dipercaya
Anak dapat menemukan seseorang misalnya orang tua, saudara, teman sebaya untuk meminta pertolongan, berbagi perasaan dan perhatian, guna mencari cara terbaik untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah personal dan interpersonal.
Catatan : Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. (Reivich dan Shatté,2002). Resiliensi dibangun dari tujuh kemampuan yang berbeda dan hampir tidak ada satupun individu yang secara keseluruhan memiliki kemampuan tersebut dengan baik
Mengutip dengan perubahan dari :
http://belajarpsikologi.com/
http://id.wikipedia.org/
http://www.tribunnews.com/
http://humamsyaharuddin.blogspot.com/
http://artikata.com/
Mengambil gambar dari :
https://www.google.co.id/
https://www.google.co.id/
No comments:
Post a Comment